Aku
bingung harus memulai darimana tulisanku ini, terlalu banyak yang ingin kuungkapkan
karena masalah dan fikiran yang kian mejemuk dan heterogen, hingga membuatku
sedikit kualahan bagaimana mengakomodasi diriku sendiri. Tak ada tendensi
apapun dalam tulisanku ini, sekedar mengekspresikan apa yang aku rasakan
sekarang dan beberapa bulan belakangan dalam alunan proses panjang bernama
‘teater’.
Gendings's Drama Performance |
Mungkin
ada baiknya aku memulai dari kali pertama aku duduk di semester 6 ini. Adalah
mata kuliah bernama Drama seharga 2 SKS, wajib untuk diambil, dan melibatkan
kerja tim. Teori yang sekedar formalitas, sedikit sekali membuka cakrawala apa
itu teater dan untuk apa harus melakukanya. Esensi yang sebenarnya harus
diberikan di awal sebagai landasan berfikir belum dapat tersampaikan secara
komprehensif kepada mahasiswa.
Dan...
lupakan tentang teori formalitas dalam perkuliahan tak beraturan itu, tak suka
sama sekali aku masuk kelas teori yang membosankan dan membuat jenuh juga
mengikis cita rasa teater, tentu akan lebih menarik jika aku bercerita tentang
proses, tentang bagaimana teater dan jiwa dari teater itu sendiri.
Sore
itu rapat konsepsi dimulai, penentuan panitia kecil, berapa dana yang harus
menjadi iuran wajib dan kas, siapa pelatih, kapan latihan, dibawa ke genre apa teater ini, hampir-hampir
semua dibahas dalam rapat sore itu, juga tentang punishment yang harus dibayar bagi individu yang membelot. Sekawanan
itu kemudian menyebut dirinya Gendhing. Rapat
ini adalah embrio dari teater yang kemudian akan begitu kami rindukan.