Friday, June 14, 2013

Gendhing, yang Dirindu

Aku bingung harus memulai darimana tulisanku ini, terlalu banyak yang ingin kuungkapkan karena masalah dan fikiran yang kian mejemuk dan heterogen, hingga membuatku sedikit kualahan bagaimana mengakomodasi diriku sendiri. Tak ada tendensi apapun dalam tulisanku ini, sekedar mengekspresikan apa yang aku rasakan sekarang dan beberapa bulan belakangan dalam alunan proses panjang bernama ‘teater’.
Gendings's Drama Performance
Mungkin ada baiknya aku memulai dari kali pertama aku duduk di semester 6 ini. Adalah mata kuliah bernama Drama seharga 2 SKS, wajib untuk diambil, dan melibatkan kerja tim. Teori yang sekedar formalitas, sedikit sekali membuka cakrawala apa itu teater dan untuk apa harus melakukanya. Esensi yang sebenarnya harus diberikan di awal sebagai landasan berfikir belum dapat tersampaikan secara komprehensif kepada mahasiswa.
Dan... lupakan tentang teori formalitas dalam perkuliahan tak beraturan itu, tak suka sama sekali aku masuk kelas teori yang membosankan dan membuat jenuh juga mengikis cita rasa teater, tentu akan lebih menarik jika aku bercerita tentang proses, tentang bagaimana teater dan jiwa dari teater itu sendiri.
Sore itu rapat konsepsi dimulai, penentuan panitia kecil, berapa dana yang harus menjadi iuran wajib dan kas, siapa pelatih, kapan latihan, dibawa ke genre apa teater ini, hampir-hampir semua dibahas dalam rapat sore itu, juga tentang punishment yang harus dibayar bagi individu yang membelot. Sekawanan itu kemudian menyebut dirinya Gendhing. Rapat ini adalah embrio dari teater yang kemudian akan begitu kami rindukan.