Friday, March 1, 2013

Inggit Garnasih


Akhir-akhir ini saya benar-benar tak aktif untuk menuangkan gagasan saya dalam kata-kata, curhat lebih tepatnya. Fokus benar pada karya tulis yang satu itu, hingga lupa bagaimana cara tidur dengan baik. Tapi tak apalah, saya bahagia dengan apa yang saya usahakan selama ini.
Well, malem ini kita akan melirik satu tokoh perempuan yang saya anggap sangat berjasa sekali, tak hanya untuk orang-orang terdekatnya, tapi juga untuk negeri kita ini, Indonesia.
Namanya Inggit Garnasih, asing kah terdengar di dua telinga kita? Atau dua mata kita? Jangan-jangan memang guru SD kita tak pernah membahasnya ketika kita dulu belajar sejarah?
Perkenalan dengannya, ketika beberapa bulan lalu saya tak sengaja berdiskusi di kafe kecil depan kampus. Menyinggung sedikit masalah Soekarno, kemerdekaan, Rengas Dengklok, Penjajah, Belanda, dan pada akhirnya jatuh pada titik poin itu, INGGIT GARNASIH.

Tak pernah saya bertemu dengan sosok yang satu ini, dan tak mungkin juga bertamu, jarak dan waktu yang begitu jauh tak akan pernah dapat menemukan kami dalam kondisi yang sama. kecuali jika Tuhan berkehendak.
“Inggit ini istri Soekarno...” kata mas mas yang dulunya berambut gimbal.
Ceritanya cukup  panjang, namun akan coba saya tulis sesingkat dan selugas mungkin agar mudah dipahami poin per poinnya.
Begini ceritanya, simaklah baik-baik barang sejenak...
Dulu ketika Soekarno sekolah di Technische Hoogeschool, yang sekarang bernama ITB. Atas rekomendasi dari HOS Cokro Aminoto yang juga ayah mertuanya, Soekarno diijinkan untuk kost di tempat Inggit Garnasih. Mungkin ini yang disebut dengan cinta pada pandangan pertama (terlepas dari benar ato tidaknya, saya kurang begitu percaya dengan teori cinta pada pandangn pertama ini), hari demi hari, bulan yang berganti bulan, Inggit Garnasih yang pada saat itu adalah istri dari Sanusi, dan Soekarno yang pada saat itu adalah suami dari Oetari (Putri Hos Cokro Aminoto) akhirnya mengungkapkan perasaannya, bahwa mereka saling mencintai (kurang lebih seperti itulah).
Hingga pada akhirnya, Sanusi yang sebenarnya masih mencintai Inggit, terpaksa menceraikan Inggit dan merelakan ia untuk menjadi istri Soekarno. Soekarno pun demikian, menceraikan putri Hos Cokro Aminoto, Oetari.
13 tahun lebih tua dari Soekarno, memang menjadi salah satu alasan kenapa Soekarno begitu menyayangi istrinya, kedewasaan Inggit adalah alasannya. Rumah tangga yang dibina juga adem ayem tanpa masalah. Inggit juga bukan tipikal perempuan manja, seperti yang sering kita dapati dewasa ini. Over all, Inggit ini perempuan yang bisa diajak berjuang. :D
Dulu juga, Ketika tokoh proklamator kita dipenjarakan oleh penjajah perkara pemikiran dan pergerakan Soekarno yang membahayakan eksistensi belanda di Hindia, Inggitlah yang senantiasa mengirimkan buku-buku bacaan untuk Soekarno, hingga soekarno dapat menjadi manusia yang produktif, menulis buku, menulis pledoinya. Inggit juga yang senantiasa mengabarkan kondisi di luar penjara melalui sandi-sandi atau isyarat tertentu yang hanya dapat dimengerti oleh Inggit dan Soekarno, semiotik.
Hingga, ombakpun datang menerjang. Soekarno bebas, Inggit bahagia. Suatu ketika Soekarno berkenalan dengan salah satu putri dari tokoh Muhammadiyah, Fatimah namanya. Dan, nampaknya serpihan asmara mulai hidup di hati keduanya. Pernikahan dengan inggit yang tak mendapatkan buah hati yang akhirnya menjadi salah satu alasan Soekarno ingin menikahi Fatimah.
Inggit meronta tak hendak dimadu dengan Fatimah, lantaran Fatimah ini kadung dianggap anak oleh Inggit. Cinta tidak selalu berarti harus hidup bersama, dan mendampingi, cinta berarti saling mendoakan untuk kebaikan keduanya. Inggit yang masih mencintai Kusno (Panggilan sayang Inggit pada Soekarno) akhirnya memilih bercerai dari pada harus dimadu dengan gadis yang sudah dianggap anak olehnya. (Disini saya berhenti, berpikir, apa yang dilakukan Inggit pada soekarno sama seperti apa yang telah Sanusi lakukan pada Inggit 20 tahun silam, ketika mencintai tak harus selamanya bersama).
Dan akhirnya, menikahlah Soekarno dengan Fatimah, yang belakangan berganti nama menjadi Fatma (Soekarno yang menyematkan nama itu pada Fatimah). Fatma ini yang akhirnya kita kenal sebagai perempuan yang menjahit bendera pusaka negeri ini, tempo dulu ketika proklamasi hendak didengungkan. Fatma ini yang akhirnya juga kita kenal menjadi Ibu Negara kita yang pertama. Selesai.
Cerita boleh selesai pada titik di atas. Pertanyaanya sekarang kenapa saya begitu menyukai sosok Inggit dalam cerita di atas? Jelas sudah, Inggit ini begitu berjasa tak hanya buat Soekarno tapi juga buat kita-kita ini, biar tak berimbas secara langsung. Inggit, seperti sutradara yang tidak lebih terkenal dari para artis dan aktornya. Seperti tangan kanan yang memberi tanpa diketahui tangan yang lain. mungkin memang harus seperti itu, kita seharusnya menjaga keikhlasan.
Mengambil sedikit ilustrasi dari salah satu Kanda yang cukup baik saya kenal. Suatu ketika kita dihadapkan dengan sebuah persahabatan, percintaan atau apa lah, yang intinya di dalamnya ada orang-orang yang begitu berjasa, mendukung apa saja yang kita lakukan asalkan hal tersebut adalah hal positif. Semisal, mereka adalah orang-orang yang ada selama menempuh perkuliahan menuju tahapan pembuatan final project. Kemudian terjadi satu masalah kecil yang membuat kita dan orang tersebut menjaga jarak, datanglah orang ketiga yang memberi dukungannya kepada kita. Hingga pada akhirnya apa yang kita tulis dalam bab persembahan di skripsi maupun tesis kita adalah dia, orang yang baru saja kita temui di dalam kehidupan kita.
Finally, biar tak banyak orang yang mengenal beliau, tetap saja Tuhan tahu, dan tentu akan ada balasan baik untuk setiap perbuatan baik kita. Semoga setiap laku beliau bernilai kebaikan. Itu saja.


No comments:

Post a Comment