Akhir-akhir
ini saya benar-benar tak aktif untuk menuangkan gagasan saya dalam kata-kata,
curhat lebih tepatnya. Fokus benar pada karya tulis yang satu itu, hingga lupa
bagaimana cara tidur dengan baik. Tapi tak apalah, saya bahagia dengan apa yang
saya usahakan selama ini.
Well, malem
ini kita akan melirik satu tokoh perempuan yang saya anggap sangat berjasa sekali,
tak hanya untuk orang-orang terdekatnya, tapi juga untuk negeri kita ini,
Indonesia.
Namanya Inggit
Garnasih, asing kah terdengar di dua telinga kita? Atau dua mata kita?
Jangan-jangan memang guru SD kita tak pernah membahasnya ketika kita dulu
belajar sejarah?
Perkenalan
dengannya, ketika beberapa bulan lalu saya tak sengaja berdiskusi di kafe kecil
depan kampus. Menyinggung sedikit masalah Soekarno, kemerdekaan, Rengas
Dengklok, Penjajah, Belanda, dan pada akhirnya jatuh pada titik poin itu,
INGGIT GARNASIH.
Tak pernah
saya bertemu dengan sosok yang satu ini, dan tak mungkin juga bertamu, jarak
dan waktu yang begitu jauh tak akan pernah dapat menemukan kami dalam kondisi
yang sama. kecuali jika Tuhan berkehendak.
“Inggit ini
istri Soekarno...” kata mas mas yang dulunya berambut gimbal.
Ceritanya
cukup panjang, namun akan coba saya
tulis sesingkat dan selugas mungkin agar mudah dipahami poin per poinnya.
Begini
ceritanya, simaklah baik-baik barang sejenak...
Dulu ketika
Soekarno sekolah di Technische Hoogeschool, yang sekarang bernama ITB.
Atas rekomendasi dari HOS Cokro Aminoto yang juga ayah mertuanya, Soekarno
diijinkan untuk kost di tempat Inggit Garnasih. Mungkin ini yang disebut
dengan cinta pada pandangan pertama (terlepas dari benar ato tidaknya, saya
kurang begitu percaya dengan teori cinta pada pandangn pertama ini), hari demi
hari, bulan yang berganti bulan, Inggit Garnasih yang pada saat itu adalah
istri dari Sanusi, dan Soekarno yang pada saat itu adalah suami dari Oetari
(Putri Hos Cokro Aminoto) akhirnya mengungkapkan perasaannya, bahwa mereka
saling mencintai (kurang lebih seperti itulah).
Hingga pada
akhirnya, Sanusi yang sebenarnya masih mencintai Inggit, terpaksa menceraikan
Inggit dan merelakan ia untuk menjadi istri Soekarno. Soekarno pun demikian,
menceraikan putri Hos Cokro Aminoto, Oetari.
13 tahun lebih
tua dari Soekarno, memang menjadi salah satu alasan kenapa Soekarno begitu
menyayangi istrinya, kedewasaan Inggit adalah alasannya. Rumah tangga yang
dibina juga adem ayem tanpa masalah. Inggit juga bukan tipikal perempuan manja,
seperti yang sering kita dapati dewasa ini. Over
all, Inggit ini perempuan yang bisa diajak berjuang. :D
Dulu juga, Ketika
tokoh proklamator kita dipenjarakan oleh penjajah perkara pemikiran dan
pergerakan Soekarno yang membahayakan eksistensi belanda di Hindia, Inggitlah
yang senantiasa mengirimkan buku-buku bacaan untuk Soekarno, hingga soekarno
dapat menjadi manusia yang produktif, menulis buku, menulis pledoinya. Inggit
juga yang senantiasa mengabarkan kondisi di luar penjara melalui sandi-sandi
atau isyarat tertentu yang hanya dapat dimengerti oleh Inggit dan Soekarno,
semiotik.
Hingga,
ombakpun datang menerjang. Soekarno bebas, Inggit bahagia. Suatu ketika
Soekarno berkenalan dengan salah satu putri dari tokoh Muhammadiyah, Fatimah
namanya. Dan, nampaknya serpihan asmara mulai hidup di hati keduanya. Pernikahan
dengan inggit yang tak mendapatkan buah hati yang akhirnya menjadi salah satu alasan
Soekarno ingin menikahi Fatimah.
Inggit meronta
tak hendak dimadu dengan Fatimah, lantaran Fatimah ini kadung dianggap anak
oleh Inggit. Cinta tidak selalu berarti harus hidup bersama, dan mendampingi,
cinta berarti saling mendoakan untuk kebaikan keduanya. Inggit yang masih
mencintai Kusno (Panggilan sayang Inggit pada Soekarno) akhirnya memilih
bercerai dari pada harus dimadu dengan gadis yang sudah dianggap anak olehnya.
(Disini saya berhenti, berpikir, apa yang dilakukan Inggit pada soekarno sama seperti
apa yang telah Sanusi lakukan pada Inggit 20 tahun silam, ketika mencintai tak
harus selamanya bersama).
Dan akhirnya,
menikahlah Soekarno dengan Fatimah, yang belakangan berganti nama menjadi Fatma
(Soekarno yang menyematkan nama itu pada Fatimah). Fatma ini yang akhirnya kita
kenal sebagai perempuan yang menjahit bendera pusaka negeri ini, tempo dulu
ketika proklamasi hendak didengungkan. Fatma ini yang akhirnya juga kita kenal
menjadi Ibu Negara kita yang pertama. Selesai.
Cerita boleh
selesai pada titik di atas. Pertanyaanya sekarang kenapa saya begitu menyukai
sosok Inggit dalam cerita di atas? Jelas sudah, Inggit ini begitu berjasa tak
hanya buat Soekarno tapi juga buat kita-kita ini, biar tak berimbas secara
langsung. Inggit, seperti sutradara yang tidak lebih terkenal dari para artis
dan aktornya. Seperti tangan kanan yang memberi tanpa diketahui tangan yang
lain. mungkin memang harus seperti itu, kita seharusnya menjaga keikhlasan.
Mengambil
sedikit ilustrasi dari salah satu Kanda yang cukup baik saya kenal. Suatu
ketika kita dihadapkan dengan sebuah persahabatan, percintaan atau apa lah,
yang intinya di dalamnya ada orang-orang yang begitu berjasa, mendukung apa
saja yang kita lakukan asalkan hal tersebut adalah hal positif. Semisal, mereka
adalah orang-orang yang ada selama menempuh perkuliahan menuju tahapan
pembuatan final project. Kemudian
terjadi satu masalah kecil yang membuat kita dan orang tersebut menjaga jarak,
datanglah orang ketiga yang memberi dukungannya kepada kita. Hingga pada
akhirnya apa yang kita tulis dalam bab persembahan di skripsi maupun tesis kita
adalah dia, orang yang baru saja kita temui di dalam kehidupan kita.
Finally, biar tak banyak orang yang mengenal beliau, tetap saja Tuhan tahu,
dan tentu akan ada balasan baik untuk setiap perbuatan baik kita. Semoga setiap
laku beliau bernilai kebaikan. Itu saja.
No comments:
Post a Comment